Diskusi Kelompok Terarah: Membangun Komitmen Pelarangan Perisa pada Produk Tembakau di Indonesia
Jakarta, 13 Agustus 2024 – Ruang Kebijakan Kesehatan Indonesia (RUKKI) bekerja sama dengan Lentera Anak menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) di Hotel Bidakara, Jakarta, yang mengangkat tema “Urgensi Implementasi Pelarangan Perisa pada Produk Tembakau untuk Mencegah Inisiasi Merokok di Kalangan Anak Muda.” Diskusi yang berlangsung dari pukul 09.00 hingga 12.00 WIB ini dihadiri oleh perwakilan dari berbagai instansi pemerintah, lembaga internasional, dan organisasi masyarakat sipil yang concern terhadap isu kesehatan publik, khususnya dalam upaya pengendalian tembakau.
Signifikansi Perisa pada Produk Tembakau Terhadap Remaja
Dalam diskusi ini, dibahas secara mendalam bagaimana perisa pada produk tembakau, baik rokok konvensional maupun rokok elektronik, memainkan peran penting dalam menarik minat remaja untuk mencoba merokok. Data dari Lentera Anak menunjukkan bahwa dari 245 produk rokok konvensional yang dianalisis, sepertiganya atau sekitar 33,5% memiliki varian rasa buah-buahan. Temuan ini semakin mengkhawatirkan ketika melihat fakta bahwa dari 1.339 varian rasa berbeda pada rokok elektronik, rasa buah-buahan dan dessert menjadi yang paling dominan.
Mouhamad Bigwanto dari RUKKI menjelaskan bahwa perisa buah memiliki daya tarik kuat bagi remaja, terutama bagi mereka yang belum pernah merokok. “Perisa ini berfungsi mengurangi rasa tidak nyaman saat merokok dan menurunkan persepsi bahaya di kalangan remaja, yang pada gilirannya membuat mereka lebih cenderung untuk mencoba dan akhirnya menjadi perokok aktif,” ujar Bigwanto. Penelitian ini juga menemukan bahwa industri rokok secara agresif menggunakan strategi ini untuk mempertahankan dan memperluas pasar mereka di kalangan anak muda.
Implementasi Regulasi dan Tantangan di Lapangan
PP No. 28 tahun 2024 tentang Kesehatan telah menetapkan larangan penggunaan bahan tambahan, termasuk perisa, dalam produk tembakau. Peraturan ini mengamanatkan Kementerian Kesehatan untuk menentukan bahan tambahan apa saja yang dilarang, sementara BPOM dan Kementerian Perdagangan bertugas melakukan pengawasan dan penarikan produk dari pasar. Namun, implementasi regulasi ini tidak tanpa tantangan.
Perwakilan dari BPOM, Daryani, mengungkapkan bahwa untuk menjalankan pengawasan terhadap perisa pada produk tembakau, diperlukan alat khusus yang tidak murah, serta anggaran yang memadai. “Kami membutuhkan pelatihan dan koordinasi yang kuat antar lembaga, serta dukungan infrastruktur yang belum sepenuhnya tersedia,” kata Daryani. Tantangan ini juga diperparah oleh kebutuhan akan regulasi yang lebih spesifik terkait dengan bahan tambahan yang dilarang, yang hingga kini belum disusun secara komprehensif.
Dalam diskusi tersebut, Ridhwan dari WHO Indonesia menekankan bahwa meskipun lebih dari 40 negara telah menerapkan regulasi larangan perisa, tantangan terbesar yang dihadapi adalah pada infrastruktur dan aspek teknis implementasinya. “Regulasi ini tidak hanya membutuhkan komitmen politik, tetapi juga kesiapan teknis yang matang, termasuk pelatihan petugas, penyiapan alat-alat khusus, dan pendanaan yang memadai,” ujar Ridhwan.
Langkah-Langkah Strategis dan Tindak Lanjut
Para peserta diskusi sepakat bahwa langkah strategis ke depan harus segera diambil untuk mengatasi tantangan-tantangan ini. Salah satu prioritas utama adalah penyusunan daftar bahan tambahan yang dilarang atau diperbolehkan dalam produk tembakau. Untuk itu, direncanakan akan melibatkan ahli toksikologi lingkungan dalam proses penyusunan tersebut. Selain itu, diperlukan juga penyusunan petunjuk teknis untuk penarikan produk yang beredar di pasar, serta koordinasi dengan Dirjen HAKI agar tidak mengeluarkan izin merk yang mengandung unsur nama perisa.
Anto dari Biro Hukum Kementerian Kesehatan menekankan pentingnya sinergi antara Kementerian Kesehatan, BPOM, dan Kementerian Perdagangan dalam implementasi regulasi ini. “Pelarangan perisa sudah diatur dengan jelas dalam PP No. 28/2024, namun kita perlu bergerak lebih cepat untuk menyiapkan infrastruktur pengawasan dan mengkoordinasikan pelaksanaan regulasi ini dengan semua pihak terkait,” ujarnya.
Refleksi dan Harapan
Diskusi FGD ini mencerminkan upaya serius berbagai pihak untuk melindungi generasi muda dari bahaya tembakau. Pelarangan perisa pada produk tembakau, meskipun menghadapi banyak tantangan, dianggap sebagai salah satu langkah krusial dalam memutus rantai perokok pemula di Indonesia. Dengan komitmen kuat dari semua pihak dan dukungan regulasi yang jelas, diharapkan implementasi pelarangan perisa ini dapat berjalan efektif dan memberikan dampak positif bagi kesehatan masyarakat, terutama anak-anak dan remaja.
Acara ini diakhiri dengan kesepakatan untuk melanjutkan diskusi lebih teknis pada pertemuan berikutnya, yang akan difokuskan pada penyusunan daftar bahan tambahan yang dilarang dan strategi implementasi regulasi di lapangan. Lentera Anak dan RUKKI berkomitmen untuk terus mendorong upaya ini, dengan harapan Indonesia dapat menjadi contoh bagi negara-negara lain dalam pengendalian tembakau yang efektif.