Pada Jumat, 29 September 2023 – RUKKI bekerja sama dengan Yayasan Lentera Anak menggelar acara bertajuk “Press Briefing Refleksi Hari Demokrasi Internasional dan Peluncuran Laporan Indeks Gangguan Industri Tembakau 2023 di Indonesia”. Acara ini didukung oleh Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA).
Tujuan utama kegiatan ini adalah untuk memahami kondisi demokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik di Indonesia, dan kaitannya dengan campur tangan industri tembakau dalam pembentukan kebijakan. Acara diawali RUKKI dengan meluncurkan Laporan Indeks Gangguan Tembakau Tahun 2023 di Indonesia, yang kemudian menjadi fokus utama sepanjang diskusi berjalan.
Pembicara yang hadir adalah Mouhamad Bigwanto (Ketua RUKKI), Lisda Sundari (Ketua Yayasan Lentera Anak), dan Julius Ibrani (Ketua PBHI). Sementara itu, yang menjadi penanggap adalah Tubagus Haryo Karbyanto (Advokat Hukum Publik dan Pengamat Hukum), Ahmad Fanani (Program Direktur IISD), dan Jasra Putra (Wakil Ketua KPAI). Acara dimoderatori oleh Rama Tantra. Peserta yang hadir merupakan wartawan yang mewakili berbagai media.
Mouhamad Bigwanto, Ketua RUKKI, menekankan perlunya regulasi pengendalian tembakau yang kuat. Ia mengingatkan sifat produk tembakau yang tidak normal sehingga perlu untuk diatur dan diawasi secara ketat. Namun disayangkan, ada konflik kepentingan dalam pertentangan antara industri tembakau dan kesehatan masyarakat. RUKKI menggunakan tujuh indikator penilaian untuk menghasilkan Indeks Campur Tangan Industri Tembakau.
Bigwanto mengungkapkan bahwa ada sikap sangat permisif dari 11 kementerian terhadap industri tembakau. Mereka menerima sumbangan, insentif, atau mendukung kebijakan yang menguntungkan industri, bahkan terdapat contoh kontradiksi di mana perwakilan industri rokok diundang untuk membahas peraturan daerah kawasan tanpa rokok.
Lisda Sundari, Ketua Yayasan Lentera Anak, menyoroti pertentangan antara kebijakan pemerintah dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Lisda mengekspresikan harapannya agar rekomendasi yang dibuat bisa membawa pada penolakan terhadap Rancangan Peraturan Presiden tentang Pengelolaan Industri Hasil Tembakau (RPP IHT), yang bertujuan untuk meningkatkan produksi dan konsumsi tembakau di Indonesia. Langkah ini bertentangan dengan regulasi yang sudah ada serta tujuan kesehatan dan gizi yang diuraikan dalam RPJMN 2020-2024.
Julius Ibrani, Advokat Hukum Publik dan Pengamat Hukum, menanggapi bahwa data yang dibahas oleh para pembicara sangat relevan dengan berbagai indeks, termasuk indeks demokrasi dan hukum. Peringkat Indonesia telah turun dari posisi 152 menjadi 154 dari 167 negara, menunjukkan defisit demokrasi yang disebabkan oleh kurangnya partisipasi publik dalam perumusan regulasi.
Laporan Indeks Campur Tangan Industri Tembakau tahun 2023 menunjukkan bahwa Indonesia mempertahankan skor tinggi sebesar 84, mencerminkan campur tangan industri tembakau yang intensif dalam pembuatan kebijakan, seringkali dengan mengorbankan kesehatan masyarakat. Ini memicu seruan untuk langkah-langkah proaktif oleh pemerintah Indonesia dalam mengurangi campur tangan industri tembakau, terutama dalam proses pembuatan kebijakan. Usulan termasuk melarang sumbangan dari industri tembakau, mencegah perwakilan industri tembakau dari berpartisipasi dalam pembentukan kebijakan, dan membatasi akses industri tembakau kepada para pengambil kebijakan.
Acara ini memberikan perspektif komprehensif tentang kebutuhan akan tata kelola yang transparan, bebas dari konflik, dan berorientasi pada kepentingan publik, juga menekankan ancaman campur tangan industri tembakau terhadap masa depan bangsa, terutama dalam konteks melindungi anak-anak dari efek merokok yang berbahaya. Untuk mencapai tujuan RPJMN 2020-2024, regulasi yang kuat dan tegas harus diterapkan untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini mewajibkan komitmen untuk menolak segala bentuk campur tangan industri tembakau dalam proses pembentukan kebijakan, sehingga penting bagi pemerintah dan lembaga legislatif untuk bertindak dengan tegas.