PP No. 28 Tahun 2024: Aturan yang Harus Ditegakkan Bukan Hanya Dokumen Normatif Belaka

Gelaran World Vape Fair di Jakarta Convention Center pada 30-31  Agustus 2025 menjadi ironi besar di tengah komitmen pemerintah menurunkan prevalensi merokok. Acara ini menghadirkan ratusan produsen rokok elektronik dengan kemasan yang modern, interaktif, dan jelas menyasar segmen anak muda serta perempuan. Alih-alih sekadar pameran teknologi, vape fair sejatinya adalah ajang promosi nikotin yang adiktif.

Diselenggarakannya gelaran vape fair menimbulkan pertanyaan seberapa serius pemerintah ingin menurunkan prevalensi perokok anak? Diberikannya izin untuk kegiatan tersebut merupakan tindakan yang sangat kontradiktif dari program dan kebijakan pemerintah. Pemerintah secara resmi telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang didalamnya terdapat aturan terkait Pengendalian Produk Tembakau dan Rokok Elektronik.  Regulasi ini lahir dengan tujuan melindungi generasi muda melalui pembatasan akses, distribusi, serta promosi zat adiktif nikotin berupa produk tembakau dan rokok elektronik. Aturan ini memuat larangan penjualan rokok batangan, menetapkan usia minimal pembeli 21 tahun, melarang penjualan kepada ibu hamil, mengatur kawasan tanpa rokok, hingga membatasi promosi dan iklan, baik di ruang fisik maupun digital.

Namun, di lapangan, hadirnya vape fair justru memunculkan kontradiksi mencolok. Event tersebut membuka ruang promosi terbuka bagi produk nikotin, padahal PP No. 28 Tahun 2024 secara tegas melarang promosi di sekitar sekolah, tempat bermain anak, dan media digital tanpa verifikasi usia. Kehadiran pameran dengan akses luas justru memperlihatkan lemahnya pengawasan, serta membuka celah yang berpotensi melemahkan tujuan utama regulasi. Hal ini membuat aturan yang seharusnya melindungi publik, terutama generasi muda, berubah menjadi sekedar formalitas di atas kertas.

Konsekuensinya tidak main-main. Tanpa informasi risiko yang seimbang, remaja sebagai kelompok rentan akan terpapar normalisasi konsumsi nikotin. Hak konsumen atas perlindungan kesehatan jelas terabaikan, sementara visi Indonesia Emas 2045 semakin kabur di tengah penetrasi industri nikotin.

Agar PP No. 28 Tahun 2024 tidak berhenti sebagai dokumen normatif, pemerintah perlu menempuh langkah konkret: Pertama, menolak izin acara promosi produk nikotin terbuka di masa yang akan datang. Kedua, menguatkan koordinasi lintas kementerian (Kementerian Kesehatan, Kementerian Komunikasi dan Digital, Kementerian Perdagangan, dan kementerian terkait lainnya) dalam pengawasan iklan dan promosi. Ketiga, memberikan sanksi tegas berupa pencabutan izin dan denda administratif kepada penyelenggara yang melanggar regulasi. Keempat, menghadirkan kontra-narasi publik melalui kampanye kesehatan dan edukasi yang masif, agar anak muda mendapat informasi yang adil tentang bahaya nikotin.

Tanpa implementasi yang konsisten, kebijakan hanya menjadi jargon. Pemerintah harus membuktikan keberpihakannya: melindungi kesehatan masyarakat atau memberi panggung bagi industri nikotin.

Penulis : Nadia Sukmawati – Policy Communications Intern, RUKKI – IHPF

Instagram Author Thumbnail – @nadiasukmaw

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

17 − 5 =

Chat Kami disini!
1
Scan the code
Halo👋
Apa yang bisa kami bantu?