Intervensi Industri Rokok dalam Regulasi Kesehatan: Tantangan bagi Perlindungan Anak di Indonesia
Jakarta, 31 Maret 2024 – Pada 11 Juli 2023, Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan resmi disahkan menjadi UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023, yang terdiri dari 20 bab dan 458 pasal. Di antara banyak pasal tersebut, terdapat empat pasal yang mengatur tentang pengamanan zat adiktif, yaitu Pasal 149, 150, 151, dan 152. Ruang Kebijakan Kesehatan Indonesia (RUKKI) dan Lentera Anak, dua lembaga advokasi kesehatan, menyoroti keanehan dalam proses penyusunan pasal-pasal ini yang mereka anggap sebagai upaya pelemahan regulasi.
Dalam acara Media Briefing bertajuk “Menguak Campur Tangan Industri Rokok dalam Melemahkan UU dan RPP Kesehatan di Indonesia” yang diadakan pada Jumat, 31 Mei 2024, di Jakarta, Ketua RUKKI, Mouhamad Bigwanto, menyampaikan bahwa terdapat upaya intervensi selama proses penyusunan UU Kesehatan. “Ada upaya-upaya intervensi selama proses ini sehingga yang tadinya kita berharap adanya larangan iklan rokok dalam UU ini, itu tidak terjadi,” ujarnya.
Taktik Industri Tembakau
RUKKI dan Lentera Anak menyusun laporan yang mengungkap beberapa taktik industri tembakau untuk melemahkan regulasi zat adiktif dalam UU Kesehatan. Berikut adalah beberapa taktik yang digunakan:
- Menyebar Disinformasi: Selama proses penyusunan RUU Kesehatan, banyak disinformasi beredar di media massa. Narasi yang disampaikan sering kali tidak relevan dengan substansi draf RUU Kesehatan dan bersifat manipulatif. Misalnya, tembakau diklaim memiliki nilai ekonomi dan sosial sehingga tidak boleh disamakan dengan narkotika dan psikotropika.
- Menggunakan Berbagai Pihak untuk Menggiring Opini Publik: Industri tembakau melibatkan banyak pihak, mulai dari pemerintah, asosiasi industri, petani, buruh, hingga mahasiswa, untuk menolak sejumlah poin dalam RUU Kesehatan. Narasi yang disampaikan oleh kelompok-kelompok ini terdengar senada, mencerminkan adanya koordinasi untuk menggiring opini publik.
- Mencampuri Proses Pembuatan Kebijakan: Taktik ini melibatkan berbagai kegiatan seperti seminar, konferensi pers, diskusi kelompok terarah (FGD), audiensi, dan mengirim surat kepada pemerintah. Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) bahkan pernah melayangkan surat kepada Presiden Joko Widodo untuk meninjau ulang dan menolak sejumlah pasal dalam RUU Kesehatan.
Dampak Intervensi
Intervensi yang dilakukan industri tembakau berdampak pada rumusan UU Kesehatan yang kemudian disahkan. Perlindungan anak dan dampak kesehatan produk tembakau tidak menjadi prioritas karena kepentingan pihak industri lebih diakomodir. Salah satu bukti adalah tidak adanya aturan pelarangan iklan, promosi, dan sponsor rokok yang sejatinya bisa melindungi anak dari target pemasaran industri rokok.
Adnan Topan Husodo dari Visi Integritas Nusantara menyatakan bahwa kebijakan publik di Indonesia sering kali dipengaruhi oleh kepentingan swasta dan korupsi. Ia menekankan perlunya penguatan aturan konflik kepentingan dan transparansi dalam proses lobi, serta advokasi kebijakan yang lebih luas melalui media sosial.
Lisda Sundari, Ketua Lentera Anak, menegaskan bahwa perlindungan anak dari rokok akan selalu menjadi agenda yang belum selesai sepanjang pimpinan negara tidak berkomitmen untuk melindungi anak dari paparan rokok dan target pemasaran industri rokok.